Wagub Riau Mambang Mit meminta agar kinerja World Wildlife fun for nature (WWF) di Riau yang sudah hampir sepuluh tahun tersebut sebaiknya dievaluasi. Hal itu agar karbon dan habitat yang masih tersisa di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) bisa dipertahankan.
Persoalan itu terkait pernyataan Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman
Subagyo yang mengatakan bahwa TNTN yang dikelola secara kolaboratif
dengan WWF tidak mampu mengatasi kerusakan hutan yang terjadi kawasan
taman nasional itu.
"Kalau ada perkembangan atau dinamika baru, maka perlu dilakukan
evaluasi tetang keberadaan WWF. Sehingga Riau mendapatkan sesuatu yang
sepadan," ujar Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit pada wartawan di
Pekanbaru.
Wakil Gubernur Riau berharap dengan evaluasi, maka penelaahan lebih
lanjut mengenai Taman Nasional Tesso Nilo yang hutannya telah punah
setidaknya 46.960 hektare. Pihaknya tidak terlalu alergi dengan
keberadaan organisasi ligkungan di Riau baik yang berasal dari dalam
atau luar negeri, jika ada hal yang berkenaan segala sesuatu berbentuk
kegiatan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
"Kami memang mengedepankan kepentingan nasional, akan lebih
mengedepankan partisipan nasional dan berpikiran secara nasionalis. Tapi
bukan berarti kami tidak berhubungan secara internasional dalam
menelaah dan menerima masukan-masukan," katanya.
Secara terpisah Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo kembali
mengingatkan, sudah waktunya pemerintah memutuskan untuk tidak bekerja
sama dengan LSM asing seperti WWF. "Ini waktunya bagi Indonesia untuk
tidak berkompromi dengan WWF karena mereka terbukti tidak mampu
melakukan apa pun," katanya.
Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo yang dikelola secara kolaboratif
dengan WWF dan kini terus terdeforestasi sudah menjadi cukup bukti
ketidakmampuan LSM tersebut dalam membantu dan memberikan solusi bagi
masalah lingkungan di Indonesia.
"Mereka hanya bisa berteriak-teriak dan melakukan kampanye hitam di luar
negeri. Sikap arogan LSM itu berdampak pada pelemahan daya saing
Industri kita di luar negeri yang akhirnya memperburuk ekonomi
Indonesia," katanya.
Firman mengungkapkan, sebagian besar LSM asing di Indonesia datang
dengan berbagai misi yang tidak murni. "Ini sudah berulang-ulang saya
ingatkan kepada berbagai pihak karena sangat berbahaya dan harus
diwaspadai," katanya.
Berdasarkan analisis citra landsat, pada tahun 2000 luas hutan di TNTN
dan hutan produksi terbatas yang berada di sisinya, yang kemudian
dijadikan areal perluasan taman nasional itu masih mencapai 75.335
hektare.
Namun pada 2012 luas hutan pada taman nasional yang dikelola bersama
dengan LSM asing WWF yang memiliki kantor pusat di Jenewa, Swiss, hanya
tinggal 28.375 hektare.
Awalnya luas TNTN hanya 38.576 hektare berdasarkan Surat Keputusan
Menhut No.255/Menhut-II/2004. Kemudian melalui inisiatif WWF, taman
nasional tersebut diperluas menjadi 83.068 hektare dengan memasukkan
areal hutan produksi terbatas berdasarkan SK No.663/Menhut-II/2009.
Kerusakan hutan TNTN semakin parah dengan angka kerusakan hutan alam
yang sudah hilang hingga 64 persen. Sementara khusus pada areal
perluasan, hutan alam yang hancur telah mencapai 83 persen.**nn/rt
Post a Comment